Kemampuan Seorang Seniman Sekaligus Kiai yang Dalam Membaca Keabadian Permasalahan Sosial Bangsa Indonesia
Borok paling serius dari “era
modern” adalah inkonsistensi nilai-nilai, paradoksalisasi atau pembalikan
fiososfis, serta ambivalensi perilaku-personal maupun sistemis- yang
disofistikasikan sedemikian rupa sehingga tetap gagah dan indah.
Itulah salah satu dari
penggalan tulisan yang dikemukakan oleh Kiai sekaligus seniman, Emha Ainun
Nadjib. Buku ini merupakan kumpulan dari essay-essay yang pernah ditulis oleh
Emha Ainun Nadjib mengenai permasalahan-permasalahan masa ‘kini’. Seperti kita
tahu permasalahan di era 80an tidaklah mengalami perubahan yang signifikan
hingga saat ini. Dalam bukunya, ditulis secara deskriptif menjelaskan karakter
dan tata cara beragama dan bermasyarakat orang orang ‘masa kini’.
Mengenai persoalan ritual-ritual
keagamaan, Emha Ainun Nadjib banyak mengkritisi pola dan proses tata cara
dalam beragama masyarakat Indonesia yang dinilai masih ‘mentah’. Maksud dari
mentah adalah banyak masyarakat masih
belum bisa memahami makna daripada ibadah atau ritual yang mereka lakukan
sehari-hari. Menurut Emha Ainun Nadjib dalam pelaksanaan ritual keagamaan ,
masyarakat banyak pasrah dan secara sukarela melakukan ritual kegamaan. Kedua
sikap tersebut sesungguhnya memang dianjurkan bahkan diwajibkan ada didalam
diri masing-masing personal, namun menurut Emha Ainun Nadjib seharusnya para
pelaku ritual keagamaan seharusnya bisa memahami apa yang dia kerjakan, semisal
ia harus tahu bagaimana asal – usul dari ritual tersebut terjadi, apa saja
hikmah yang ada dibalik ritual tersebut dan hal-hal fundamental lainnya terkait
ritual agama tersebut. Salah satu contoh yang ada didalam bukunya adalah
mengenai haji. Emha Ainun Nadjib mencontohkan ritual haji yang kerap kali
dilakukan oleh pendudukan Bawakaraeng, Sulawesi dimana penduduk disana ditiap
bulan haji melakukan ibadah haji di gunung. Ibadah haji yang mereka lakukan
sama dengan ibadah haji yang dilakukan oleh orang-orang yang ber-haji di
Makkah. Secara eksplisit Emha Ainun Nadjib tidak menyalahkan para masyarakat
yang melakukan ibadah haji di gunung tersebut. Emha Ainun Nadjib berdalih jika
substansi dari ibadah haji tidak terlimitasi oleh waktu dan tempat, namun
konsep pemikiran mengenai haji versi Emha Ainun Nadjib tidak sepenuhnya
masyarakat kita memahami. Hal ini memang terkendala dengan sikap kolot dan
ketidakterbukaan pemikiran masyarakat terhadap sesuatu yang bersifat dinamis.
Selain mengenai ritual keagamaan,
Emha Ainun Nadjib dalam bukunya banyak menyoroti sistem pendidikan di Indonesia
terlebih sistem pendidikan pesantren di Indonesia. Siswi siswi pesantren atau
biasa disebut santri saat ini lebih mudah dikenali ketika ia memakai sarung,
kopiah hitam dan selalu menenteng Al-Quran kemanapun ia berjalan, padahal
menurut Emha Ainun Nadjib, secara definitif santri bukanlah seperti itu,
menurutnya santri yang sesungguhnya adalah seorang yang selalu terbuka dengan
ilmu, mandiri , ekslporatif, kasih, santun, takwa, tawakal, ikhlas dan sifat
sifat terpuji yang diserukan didalam agama Islam. Sehingga siapa yang disebut
santri tidak melulu soal performance, namun attitude,
pemikiran dan gaya hidup juga berpengaruh terhadap seseorang yang hendak
dijuluki santri tersebut.
Sesuai dengan penggalan tulisan Emha
Ainun Nadjib di awal tulisan ini, secara garis besar isi dari penggalan tulisan
tersebut menggambarkan kesimpulan dari isi buku yang ditulis oleh ulama
kelahiran Jombang tahun 1953 ini. Penyebab permasalahan- permasalahan yang terjadi
di Indonesia dan dituliskan oleh Emha Ainun Nadjib ditiap lembarannya secara
implisit berkutat pada permasalahan inkonsistensi
nilai-nilai, paradoksalisasi atau pembalikan fiososfis, serta ambivalensi
perilaku-personal maupun sistemis- yang disofistikasikan sedemikian rupa
sehingga tetap gagah dan indah. Ditiap judul essay-essaynya, Emha Ainun
Nadjib tidak hanya mengkritisi apa saja penyebab permasalahan permasalahan itu
timbul, namun Emha Ainun Nadjib juga menawarkan solusi bahkan langkah-langkah
aplikatif apa saja yang idealnya harus dilakukan baik oleh masyarakat ,
pemerintah ataupun instansi instansi yang terkait dengan permasalahan yang ada.
Penggunaan bahasa yang edukatif dan
populis menyebabkan buku ini mudah dipahami dan menjadikan sumber inspirasi
bagi para pencari ilmu dan kebijaksanaan. Namun terkadang ada beberapa bahasa
yang digunakan Emha Ainun Nadjib merupakan bahasa jawa dan bahasa arab karena
tidak dipungkiri bahwa Emha Ainun Nadjib lahir dan besar dilingkungan yang
sebagian besar menggunakan bahasa jawa dalam bersosialisasi. Penggunaan bahasa
arab terutama dalam penyebutan istilah-istilah yang berkaitan mengenai hukum
Islam menjadi lumrah karena Emha Ainun Nadjib sendiri merupakan lulusan dari
pondok pesantren dimana bahasa arab biasanya menjadi salah satu bahasa
pengantar dalam proses belajar-mengajar.
Secara garis besar, tulisan Emha Ainun Nadjib banyak mengkritisi realitas sosial yang ada di masyarakat, namun Emha Ainun Nadjib tidak seluruhnya menjelaskan secara utuh permasalahan permasalahan yang terjadi di masyarakat. Ia hanya sedikit memberikan contoh contoh kasus dan secara cepat ia kritisi mengenai sebab mengapa permasalahan itu terjadi dan dengan alur pemikirannya juga Emha Ainun Nadjib memberikan solusinya, padahal kita tahu untuk menyelesaikan permasalahan sosial tidaklah semuda itu dapat dilakukan. Permasalahan permasalahan sosial yang ada saat ini paling tidak muncul karena banyak faktor faktor yang tidak secara praktis dapat ditulis dalam beberapa halaman saja, perlu adanya penelusuran lebih kompleks dan komprehensif untuk menemukan inti permasalahan bahkan solusi yang pas untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan sosial. Tapi tidak menjadi kesalahan juga karena memang tulisan tulisan yang ada didalam buku ini adalah kumpulan tulisan lawas mengenai permasalahan permasalahan kompleks yang terjadi pada masa itu yang kemudian dikodifikasi menjadi sebuah buku yang ringkas dan mudah dibaca.
Oleh: Dania Syafaat
Yuk baca tulisan Dania lainnya disini
Posting Komentar untuk "Kemampuan Seorang Seniman Sekaligus Kiai yang Dalam Membaca Keabadian Permasalahan Sosial Bangsa Indonesia"