Bung Hatta Sosok Bersahaja yang Selalu Dikenang
Oleh Hendrik Kurniawan
Siapa
tidak kenal Bung Hatta? Orang Indonesia sudah tidak asing siapa dirinya. Ada
yang mengenalnya sebagai wakil presiden pertama Indonesia, ada juga yang
mengenangnya sebagai sosok proklamator kemerdekaan bangsa. Namun tidak semua
orang tahu semangat perjuangan serta keteladanan yang beliau torehkan kepada
bangsa Indonesia, beberapa lampau silam. Terkadang kita (termasuk saya) lupa
bahkan tidak tahu apa yang sudah beliau korbankan demi kemuliaan bangsa
Indonesia di mata dunia. Kita sering gagal memaknai sejarah bapak-bapak bangsa.
Dalam tulisan ini, saya mencoba mengenang beliau sebagai sosok bapak bangsa
yang mempunyai kebersahajaan luar biasa di tengah jabatan dan kedudukan
politiknya.
Bukittinggi
12 Agustus 1902 silam, menjadi saksi lahirnya seorang pembaharu pemikiran dan
kebudayaan bangsa melayu, jawa, suku-suku di timur yang menyatu menjadi
Nusantara. Beliaulah Muhammad Hatta, mempunyai nama asli Muhammad Atta. Nama
ini nampaknya terinspirasi oleh seorang sufi yang berasal dari Iskandaria
Muhammad Attailiah Al Sakandari yang menulis buku Al Hikam (buku yang amat
sangat terkenal di kalangan pesantren). Muhammad Hatta dibesarkan di keluarga
yang kuat akan ilmu agama serta terbilang kaya. Kakeknya, Syaikh Abdurrahman
(dikenal sebagai Syaikh Batu Ampar) merupakan pendiri utama Surau Batuampar
yang terkenal sebagai pusat pengajaran tarekat Naqsabandiyah. Ayahnya merupakan
ulama muda yang terkenal di daerahnya yaitu H. Muhammad Djamil, meskipun
meninggal cukup muda pada usia 30 tahun. Pada saat ayahnya meninggal Hatta
berusia 8 bulan.[i]
Menurut
Prof. Taufik Abdullah surau kakek Hatta merupakan salah satu pusat pendidikan
Islam di Minangkabau. Jika orang akan mendalamai Al Quran maka orang harus
pergi ke Batu Ampar tempat kakeknya mengajar.[ii] Sejak
kecil Hatta sudah dididik dengan ilmu agama oleh keluarganya. Keluarganya
sepakat bahwa pendidikan Hatta kelak harus bermuara di Mekkah dan Kairo, karena
disanalah pusat pendidikan Islam sedunia yang maju di masa itu. Namun takdir
berkata lain ketika Hatta akhirnya memutuskan belajar ke sekolah Belanda yang
ada di Padang (ELS), lalu melanjutkan studinya ke sekolah menengah Belanda
(MULO). Di MULO ini Hatta berkesempatan untuk mendapat pelajaran agama Islam
sepekan satu jam oleh seorang tokoh pembaharu di Sumatra Barat, H Abdullah
Ahmad. Setelah tamat dari MULO, Hatta melanjutkan studinya ke Jakarta di
sekolah menengah ekonomi atas, Prins Hendrik Handels Scholl. Pada tahun 1921
Hatta berkesempatan pergi ke negeri Belanda untuk kuliah di sekolah tinggi
ekonomi Handels-Hoogeschool Rotterdam. [iii]
Dengan dasar kerohanian yang kuat inilah Hatta menempuh perjalanan panjang dari
Bukittinggi menuju Jakarta hingga menembus Belanda. Selama perjalan inipula
keyakinan Hatta tidak pernah luntur.
Hatta
dikenal sebagai sosok yang amat mencintai ilmu pengetahuan dan buku. Bahkan ada
sebuah anekdot yang mengatakan bahwa istri pertama Hatta adalah buku, kedua
adalah buku, ketiga adalah Rahmi Hatta. Bagi Hatta buku adalah sesuatu yang
amat sangat sakral. Saat masih kuliah beliau gemar sekali menuliskan ide-idenya.
Kamar Hatta juga sesak dipenuhi buku-buku bacaan. Konon, beliau pernah sengaja membercaki
tangannya dengan tinta sewaktu diajak berdansa karena tidak mau diganggu jam
membacanya. Beliau memilih jauh dari kemewahan dan kesenangan serta perempuan.
Sejak kecil lelaki Minang ini gemar menabung. Uang sakunya sebesar 25 sen
disimpan untuk membeli buku, bahkan setelah berkeluarga pun Hatta tidak pernah
punya deposito, hanya karena tabungannya dibelanjakan untuk buku. Begitu
cintanya dengan buku, sampai-sampai pada saat beliau di buang ke Digul tahun
1934 beliau memboyong 16 peti buku. Di sana Hatta tidak menghentikan kebiasaan
menulis ke surat kabar Adil, Pandji Islam
dan Pedoman Masjarakat. [iv]
Saat pembuangan ini beliau banyak memberikan kuliah ekonomi, politik dan
filsafat ke sesama teman pembuangan. Dari sini juga beliau menyelesaikan
bukunya tentang filsafat yang berjudul Alam
Pikiran Yunani. Buku ini yang menjadi maskawin beliau ketika menikahi Rahmi
Hatta.
Sikap
yang paling khas dari Hatta adalah, belaiu bisa menjadi seorang rasionl tanpa
menjadi kebarat-baratan. Tokoh ini sering dikenal sebagai seorang yang taat
beragama dan menjauhi dansa serta berbagai macam budaya barat. Yang diambil
dari barat adalah sikap disiplin dan ketrampilan berorganisasi. Walaupun sering
menjadi bahan ledekan teman-temannya karena tidak mau minum minuman beralkohol,
Hatta tetap pada pendiriannya mentaati ajaran agama. Meskipun dengan keteguhan
pada ajaran agama, Hatta tetap luwes dan luas dalam bergaul. Selama berkuliah
dan menjadi aktivis Perhimpunan Indonesia di Belanda beliau menjalin erat
hubungannya dengan aktivis dari berbagai daerah dan ideologi.[v]
Pada
saat beliau menjabat sebagai seorang wakil presiden pun beliau tetap pada
pendiriannya akan integritas dan kejujuran. Beliau pernah mengidam-idamkan
sebuah sepatu yang amat sangat terkenal di masa itu, bermerk Bally. Sepatu tersebut merupakan sepatu
mewah dengan harga yang melangit. Karena begitu inginnya beliau dengan sepatu
tersebut, beliau menyimpan poster sepatu tersebut di buku catatannya. Sampai
akhir hayatnya, sepatu tersebut tidak mampu beliau beli karena gajinya tidak
mencukupi. Kesederhanaan beliau terpancar dari kisah ini. Dengan jabatannya
sebagai wakil presiden bisa saja Hatta mampu untuk membeli sepatu termahal
tersebut. Beliau bisa saja melobi kenalannya yang menjadi pengusaha untuk
mendapatkan sepatu tersebut. Namun inilah yang menjadi keistimewaan seorang
Muhammad Hatta yang pantang memanfaatkan orang lain demi kepentingan pribadi.
Sewaktu
tidak menjabat sebagai wakil presiden, Hatta pernah ditawari untuk menjadi
komisaris beberapa perusahaan, termasuk perusahaan asing. Namun tawaran
menggiurkan ini ditolak olehnya, karena beliau khawatir bahwa perjuangannya
membela rakyat tidak akan murni lagi. Padahal saat itu kondisi ekonomi Hatta
sedang terpuruk dengan dana pensiunan yang sering tidak cukup untuk
kebutuhannya dan anak-anaknya yang sudah kuliah. Belakangan barulah pemerintah
menaikkan dana pensiuanannya sebagai bentuk perhatian terhadap beliau.
Ketika
membaca kisah tentang Hatta selalu terpancar semangat kebersahajaannya yang
senantisa mencintai ilmu dan tetap rendah hati. Beliau adalah salah satu anak
bangsa terbaik yang dilahirkan dari kandungan Ibu Pertiwi. Semangat Hatta
sebagai seorang intelektual yang bersahaja akan selalu saya kenang. Serta doa
terbaik saya panjatkan untuk dirinya atas segala keteladanan dan pengorbanan
yang telah beliau torehkan.
[i] Lih. Yudi Latif, Mata Air
Keteladanan (Jakarta : Mizan, 2014), p. 21
[ii] Lih. Pengantar Taufik
Abdullah di ottobiografi Muhammad Hatta, Untuk
Negeriku (Jakarta : Kompas, 2014)
[iii] Lih Yudi Latif, Opcit p. 23
[iv] Lih.Tim Redaksi Tempo, Bung
Hatta dan “Para Kekasihnya” (Tempo , Edisi 12-19 Agustus 2001) p.78
[v] Lih.Yudi Latif, Opcit p. 24
Posting Komentar untuk "Bung Hatta Sosok Bersahaja yang Selalu Dikenang"